Petitum Permohonan |
Pematangsiantar, 28 Maret 2021
Hal : Permohonan Praperadilan
Kepada Yth,
KETUA PENGADILAN NEGERI TEBING TINGGI
Jl. Merdeka No. 2, Kota Tebing Tinggi
Di Tebing Tinggi
Dengan hormat,
Yang tersebut dan bertanda tangan dibawah ini :
SURIANI, Jenis Kelamin : Perempuan, Umur : 51 Tahun, Kewarganegaraan : Indonesia, Agama : Islam, Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga, alamat/tempat tinggal : Jln. Bukit Bundar No.. RT : 003, Kelurahan : Lalang, Kecamatan Rambutan, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, Republik Indonesia, NIK : 12760261077100001, dan selanjutnya dalam hal ini disebut sebagai : PEMOHON.
Bahwa Pemohon telah menghunjuk Penasehat Hukumnya berdasarkan Surat Kuasa Tanggal 24 Maret 2022, yang disebut yaitu :
GOKMAULI SAGALA, S.H., RUTH NAOLA PURBA, S.H, Masing-masing sebagai Advokat/Penasehat Hukum dari KantorHukum Gokmauli Sagala & Rekanyang beralamat diJalan Sorik Merapi, Gg. Amanah, Lingk III Mekar Sentosa, Kec. Rambutan Tebing Tinggi, dan masing-masing bertindak bersama-sama atau sendiri-sendiri untuk dan atas nama Pemohon.
Bahwa dengan ini, Pemohon mengajukan permohonan Praperadilan terhadap masing-masing pihak yaitu :
1. Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Cq. Kepala Kepolisian Resor Tebing Tinggi Cq Kepala Kepolisian Sektor Rambutan, berkedudukan di Jln. Gunung Leuser Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, Republik Indonesia, dan Selanjutnya disebut sebagai :Termohon I;
2. Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Cq. Kepala Kepolisian Resor Tebing Tinggi, berkedudukan di Jln Pahlawan No. 12, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, Republik Indonesia, dan Selanjutnya disebut sebagai : Termohon II;
Bahwa dengan ini Pemohon mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Termohon I dan Termohon II, dengan alasan sebagai berikut :
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
a. Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, Penangkapan,penggeledahan, penyitaan, Penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan Hak Asasi Manusia. Menurut Andi Hamzah (1986-10), Praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme control terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari Penyidik atau Penuntut Umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan Hak Asasi Manusia sebagai Tersangka/Terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Disamping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menangkap dan menahan seseorang menjadi tersangka.
b. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 77 huruf (a) KUHAP :
“Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, penggeledahan dan penyitaan”.
c. Bahwa dalam perkembangan pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 huruf (a) KUHAP Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata–nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang sehingga bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya Penetapan Tersangka dan sah tidaknya PENANGKAPAN dan PENAHANAN telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik system hukum di Negara mana pun apalagi di dalam system hukum common law, yang telah merupakan bagian dari system hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut “terobosan hukum”(legal- breakthrough) atau hukum yang pro rakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannyamelainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini;
d. Pasal 79 KUHAP: Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan digunakan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya;
e. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016Pasal 2 ayat 1 huruf a yang secara tegas menerangkan bahwa objek Praperadilan adalah sah atau tidaknya Penangkapan, Penahanan, Penghentian Penyidikan atau Penuntutan, Penetapan Tersangka, Penyitaan dan Penggeledahan;
f. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa Putusan Pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga Lembaga Praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut ini:
1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No.01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011;
2. Putusan Mahkamah Agung No.88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012;
3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.38/Pid.Prap/2012/ Pn.Jkt.Sel tanggal 27 November 2012;
4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.04/Pid.Prap/2015/ PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015;
5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.36/Pid.Prap/2015/ PN.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015;
Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut diatas sah tidaknya penangkapan dan penahanan tersangka dasar hukum untuk mengajukan Praperadilan tersebut secara limitatif diatur dalam pasal 77 sampai pasal 83 Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP;
II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
Bahwa Pemohon mengajukan pemeriksaan Praperadilan karena Penangkapan dan Penahahan terhadap Pemohon tidak memenuhi syarat formil dan materil sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 16, pasal 17 , pasal 18 , pasal 19, pasal 20, pasal 21, pasal 38 dan pasal 39 KUHAPidana, sehingga tindakan Termohon I dan Termohon II terhadap Pemohon dalam Penangkapan dan Penahanan atas diri Pemohon, tidak Sah dan Batal demi Hukum;
III. FAKTA FAKTA HUKUM
1. Bahwa Pemohon adalah seorang warga Negara Indonesia yang bekerja sebagai wiraswasta. Hal mana Pemohon ditangkap pada hari Selasa, tanggal 08 Februari 2022 sekitar pukul 20:00 Wib di Kelurahan Lalang, Kec. Rambutan, Kota Tebing Tinggi di rumah kediaman Pemohon, bahwa proses penangkapan tersebut, tanpa seijin Pemohon, Termohon I langsung memasuki rumah Pemohon tanpa memberitahukan identitas, maksud dan tujuan memasuki rumah Pemohon, dan Termohon I sama sekali tidak menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara yang disangkakan kepada Pemohon, kemudian Pemohon dibawa ke kantor Termohon I, hingga Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka, Pemohon ataupun keluarga Pemohon tidak mendapatkan surat perintah penangkapan, atas tindakan tersebut, perbuatan Termohon I tersebut telah melanggar Pasal 18 ayat (1) dan 3 (KUHAP);
2. Bahwa Pemohon ditangkap oleh Termohon I pada tanggal 08 Februari 2022, dan Penangkapan terhadap diri Pemohon dilanjutkan oleh Termohon II sejak tanggal 08 Februari 2022 sekitar pukul 20;00 Wib, akan tetapi Termohon II baru memberikan Surat Perintah Perpanjangan Penangkapan diri Pemohon kepada seorang bernama Cici (Anak Pemohon) pada Tanggal 14 Februari 2022, dan kemudian Termohon I memberikan Surat Perintah Penangkapan kepada seseorang yang bernama Irma yani pada tanggal 15 Februari 2022;
3. Bahwa tindakan Termohon I yang melakukan penangkapan atas diri Pemohon tidak jelas menurut hukum, apakah Pemohon adalah orang yang dapat disebut “Tertangkap Tangan” atau dilakukan Penggeledahan terhadap rumah kediaman Pemohon, karena bila mengacu pada ketentuan hukum pada pasal 1 angka 19 KUHAP yang meyebutkan “ Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu”
Bahwa berdasarkan penjelasan sebagaimana pada Pasal tersebut, seharusnya Termohon I harus melakukan penyelidikan terlebih dahulu atas diri Pemohon sebagai Saksi sebelum ditetapkannya sebagai Tersangka;
4. Bahwa bila Termohon I sedang melakukan Penggeledahan, seharusnya Termohon I terlebih dulu memperlihatkan kepada Pemohon surat Penetapan dari Pengadilan Negeri untuk melakukan Penggeledahan terhadap rumah Pemohon, akan tetapi tindakan Termohon I saat melakukan Penangkapan, sama sekali Termohon I tidak memperlihatkan surat apapun dan tidak memberitahukan maksud dan tujuan Termohon I memasuki rumah Pemohon, karena bila mengacu pada pasal 33 ayat (1), (2), (3), (4) KUHAP menyebutkan “ (1). Dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, penyidik dalam melakuan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan rumah yang diperlukan.
(2). Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat memasuki rumah.
(3). Setiap memasuki rumah harus di saksikan oleh dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menyetujuinya.
(4). Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketualingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir.
Bahwa berdasarkan fakta dan uraian tersebut, maka Penangkapan dan Penahanan atas diri Pemohon tidak Sah atau cacat hukum, sehingga Penangkapan dan Penahanan tersebut patut dinyatakan batal demi hukum.
IV. TERMOHON II TIDAK MEMPUNYAI CUKUP ALAT BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA
1. Bahwa berdasarkan pada fakta di tempat kejadian perkara, pada tanggal 08 Februari 2022, Pemohon bersama keluarga Pemohon yaitu :Anak dan Menantu Pemohon, sedang berada dirumah yang terletak di Bukit Bandar Lk. III Kel. Lalang Kec. Rambutan Kota Tebing Tinggi, tiba-tiba seorang laki-laki yang yang disebut bernama Kiting datang kerumah Pemohon dan berkata “Bik ini, ini uang pergi beli jajan”, dan yang bernama Kiting tersebut memberikan uang sebanyak Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu rupiah), dan setelah pemohon menerima uang tersebut, pemohon pergi ke depan gang rumah untuk membeli jajan kerupuk, dan kemudian anak pemohon yang bernama Cici mengikuti pemohon ke warung di depan gang rumah tersebut, dan setelah Pemohon dan anak Pemohon yang bernama Cici pulang kerumah Pemohon, seorang yang bernama Kiting mengatakan kepada Pemohon “Bik, aku titip dulu barang ini ya, aku letak di atas meja” nanti kalau ada yang datang kasitau karena barangnya sudah ku buat di atas meja, lalu kiting pergi, kemudian Pemohon tidak ada melakukan tindakan apapun terhadap bungkusan plastik yang di titipkan oleh Kiting tersebut, karena Pemohon duduk di kursi sambil makan jajan kerupuk.
2. Bahwa setelah beberapa waktu kemudian setelah kiting pergi keluar, tiba-tiba ada 2 (dua) orang yang tidak Pemohon kenal datang kerumah dan bertanya, “Bik, ada titipan barang dari Kiting?.”Pemohon mejawab : “iya ada, itu ditaro Kiting di atas meja, tapi aku tidak tau itu barang apa, karena aku tidak melihat, tidak ada aku pegang”. Lalu 2 (dua) orang tersebut masuk dan mengambil barang titipan Kiting tersebut dan membawanya keluar, tidak berapa lama kemudian, datang lagi, dan berkata, Bik barang kiting ini ku letak lagi diatas meja ya bik, kemudian 2 (dua) orang tersebut pergi.
3. Bahwa setelah 2 (dua) orang tersebut pergi, kemudian datang yang disebut bernama Mamang, dan Mamang masuk kerumah, lalu mamang mengatakan kepada Pemohon, “Bik aku numpang cas Hp ya”, Pemohon menjawab Iya. Lalu setalah itu tiba-tiba datang beberapa orang laki-laki yang Pemohon tidak kenal masuk ke dalam rumah tanpa ijin dari Pemohon dan tidak memperlihatkan identitas dan berkata, “Jangan bergerak, duduk ditempat” kemudian beberapa orang laki-laki tersebut langsung mengarah ke Meja, dan mengambil barang titipan milik Kiting, dan memanggil Pemohon, ini apa?? Lalu Pemohon menjawab “saya tidak tau pak, itu barang kiting tadi dia menitipkan barang diletak diatas meja,lalu membawa ke meja dimana Pemohon duduk, kemudian laki-laki tersebut membuka bungkusan tersebut, Ini apa? Kata laki-laki tersebut, lalu Pemohon menjawab “saya tidak tau pak” Ibu tidak tau ini apa kata laki-laki itu kepada Pemohon, Ini Sabu, lalu Pemohon menjawab, saya tidak tau itu sabu, karena itu bukan punya saya, itu punya Kiting, dan selajutnya Pemohon dibawa ke Kantor Termohon I, dan di Kantor Termohon Pemohon diperiksa, sekitar 3 jam kemudian, Pemohon dibawa ke Kantor Termohon II dan Pemohon diperiksa oleh Termohon II.
4. Bahwa selama peristiwa tersebut, Pemohon tidak mengetahui dengan jelas sehingga Pemohon di periksa dan ditetapkan sebagai Tersangka, karena Pemohon setiap kali diperiksa, tidak ada yang mendampingi, bahkan setiap Pemohon membubuhkan tanda tangan setelah selesai diperiksa, Pemohon sama sekali tidak membaca, karena Pemohon tidak dapat membaca tanpa menggunakan kaca mata, dan tidak ada yang membantu untuk membacakan yang saya tanda tangan;
5. Bahwa selama Pemohon dibawa ke Kantor Termohon I dan Termohon II, Keluarga Pemohon tidak mendapatkan surat penangkapan dan surat penahanan, sementara Pemohon di Kantor Termohon II, di tahan di dalam Sel Tahanan, dan selama ditempatkan di dalam Sel Tahanan Pemohon dan keluarga Pemohon tidak menerima surat penahanan;
Bahwa berdasarkan Fakta-fakta ketika petugas dari Termohon I melakukan penangkapan terhadap diri Pemohon , maka tindakan Termohon I dan Termohon II melakukan Penangkapan dan Penahanan terhadap Pemohon tidak memenuhi 2 (dua) alat bukti yang sah, dalam dugaan Tindak Pidana Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 yat (1), Subs Pasal 112 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika. Hal ini dipertegas kepada pihak Termohon II tentang dugaan tindak pidana Narkotika, sesuai dengan Laporan Polisi Nomor : LP/A/II/2022/TT/BUTAN tertanggal 08 Februari 2022 dan Laporan Polisi Nomor : LP/118/II2022/SPKT tertanggal 08 Februari 2022, saat Pemohon ditangkap dan ditahan Termohon I dan Termohon II tidak pernah menerangkan atau memberitahukan atas dasar apa Termohon I dan Termohon II menangkap dan menahan Pemohon;
6. Bahwa tindakan Termohon II menetapkan Pemohon sebagai Tersangka atas diri Pemohon dalam dugaan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika hanya berdasarkan pada penemuan 1 (satu) bungkus plastik di tempat tinggal Pemohon yang dititipkan oleh bernama Kiting, padahal Pemohon tidak mengetahui apa isi dari bungkusan plastik tersebut;
7. Bahwa berdasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus dimaknai “minimal dua alat bukti” sesuai Pasal 184 KUHAP;
8. Bahwa tindakan yang dilakukan oleh Termohon II yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam perkara ini terlihat begitu “dipaksakan” karena Pemohon tidak mengetahui alasan sebenarnya Termohon II dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dimana Pemohon tidak pernah ditunjukkan hasil dari pemeriksaan yang telah dilakukan para Termohon sesuai dengan Laporan Polisi Nomor: LP/A/II/2022/TT/BUTAN tertanggal 08 Februari 2022 dan Laporan Polisi Nomor : LP/118/II2022/SPKT tertanggal 08 Februari 2022;
9. Bahwa atas hal tersebut Termohon I dan Termohon II tidak pernah melakukan proses Penyidikan dan Penyelidikan kepada Pemohon sebagai saksi dalam perkara ini hingga Pemohon ditangkap Termohon I dan diteruskan oleh TermohonII untuk ditahan;
10. Bahwa Pemohon sudah dinyatakan sebagai Tersangka sejak ditangkap oleh Termohon I yang kemudian dilakukan penahanan di Kantor Termohon II pada hari itu juga di ruangan sel tahanan kantorTermohon II;
11. Bahwa tindakan tersebut merupakan salah satu bentuk kesewenang-wenangan Termohon I dan Termohon II selaku Penyidik, dimana Termohon II dengan kekuasaannya langsung menetapkan Pemohon sebagai Tersangka tanpa pernah dipertanyakan terlebih dahulu sebagai saksi atas ditemukannya plastikyang dibuat oleh Kiting di atasmejadalam rumah milik Pemohon, sehingga dengan demikian sangat bertentangan dengan makna sesungguhnya dari pengertian “PENYIDIKAN” itu sendiri. Hal mana dalam proses Penyelidikan tentulah belum ada Penetapan Tersangka, kalaupun ada orang yang diduga Pelaku Tindak Pidana harus dilakukan Penyelidikan sesuai dengan Prosedur hukum yang berlaku. Sedangkan Penetapan Tersangka, kalaupun ada orang yang diduga Pelaku Tindak Pidana harus dilakukan Penyelidikan sesuai dengan prosedur yang berlaku, Sedangkan Penetapan Tersangka merupakan proses yang terjadi kemudian, letaknya di akhir proses Penyidikan. Menemukan tersangka menjadi bagian akhir dari proses Penyidikan. Bukan ditangkap langsung ditetapkan jadi Tersangka. Hal itu tertuang dan sesuai dengan pengertian Penyelidikan dan Penyidikan dalam KUHAP;
12. Berdasar pada uraian diatas, maka tindakan Termohon I dan Termohon II melakukan tindakan Penangkapan dan Penahanan yang tidak memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan Nomor 21/PUU-XII/2014 maka dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum.
V. ANALISA YURIDIS
1. Bahwa Penangkapan dan Penahananyang dilakukan oleh Termohon I dan Termohon II terhadap Pemohon adalah sangat tidak prosedural yaitu tidak memenuhi syarat formil dan materil, bertentangan dengan hukum, melanggar dan memperkosa hak asasi Pemohon, Karena fakta kejadian adalah Pemohon di tangkap oleh Termohon Itanpa menunjukkan surat tugas, surat perintah penangkapan serta tidak memberikan tembusan surat perintah penangkapan kepada keluarga Pemohon pada hari itu juga;
2. Bahwa Penangkapan oleh Termohon I dan Termohon II terhadap Pemohon ternyata telah dilakukan tanpa memperlihatkan Surat Tugas pada saat itu, dan tidak memberikan Surat Perintah Penangkapan dan atau serta tembusan Surat Perintah Penangkapan tersebut tidak diberikan kepada Keluarga Pemohon, karena itu tindakan Termohon I tersebut telah melanggar Ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3) KUHAP sebagai berikut:
Pasal 18 ayat (1) KUHAP:
“...Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa…”
Pasal 18 ayat (3) KUHAP:
“… Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan...”
3. Bahwa dalam pasal 18 ayat (3) KUHAPidana tersebut sangat jelas menyebutkan bahwa Surat Penangkapan tersebut harus diberikan kepada keluarga Pemohon, namun faktanya Keluarga Pemohon tidak pernah menerima dari Termohon I maupun Termohon II surat Penangkapan terhadap Pemohon;
4. Bahwa dalam Pasal 19 ayat (1) KUHAPidana menyatakan sebagai berikut :
“penangkapan yang dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu terdekat paling lama 1 hari”
5. Bahwa berdasarkan Pasal 19 KUHAPidana tersebut oleh karena Termohon I melakukan penangkapan tanpa memperlihatkan surat tugas dan/atau surat perintah penangkapan, dan tidak segera memberikan tembusan kepada pihak keluarga tersangka maka penangkapan tersebut tidak sah;
6. Bahwa Penangkapan yang dilakukan oleh Termohon I dan Termohon IIterhadap Pemohon ternyata dilakukan tanpa memperlihatkan Surat Tugas dan tidak memberikan Surat Perintah Penangkapan dan atau serta tembusan Surat Perintah Penangkapan tersebut tidak diberikan kepada Keluarga Pemohon, karena itu tindakan Termohon I dan Termohon II tersebut juga telah melanggar Ketentuan Pasal 70 ayat (2), Pasal 72, Pasal 75 huruf a dan huruf c PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENANGANAN PERKARA PIDANA DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Perkap No. 12 Tahun 2009) sebagai berikut:
Pasal 70 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009:
“…Setiap tindakan penangkapan wajib dilengkapi Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan yang sah dan dikeluarkan oleh atasan penyidik yang berwenang…”
Pasal 75 huruf a Perkap No. 12 Tahun 2009:
“…Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib: memahami peraturan perundang-undangan, terutama mengenai kewenangan dan tata cara untuk melakukan penangkapan serta batasan-batasan kewenangan tersebut…”
Pasal 75 huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009:
“…Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib: menerapkan prosedur-prosedur yang harus dipatuhi untuk tindakan persiapan, pelaksanaan dan tindakan sesudah penangkapan…”
7. Bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma Hukum; Bahwa dalam perkembangannya Praperadilan telah menjadi fungsi kontrol Pengadilan terhadap jalannya Peradilan sejak tahap penyelidikan khususnya dalah hal ini yang berkaitan dengan penangkapan, sehingga oleh karenanya tindakan tersebut patut dikontrol oleh Pengadilan dengan menyatakan bahwa Penangkapan oleh Termohon I dan Termohon II terhadap Pemohon adalah tidak sah secara Hukum karena melanggar ketentuan KUHAP;
8. Bahwa selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :
- ditetapkan oleh pejabat yang berwenang,
- dibuat sesuai prosedur; dan
- substansi yang sesuai dengan objek Keputusan
Bahwa sebagaimana telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penangkapan dan Penahanan Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku, alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut:
1) Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah;
2) Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan.
Bahwa berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon I dan Termohon II kepada Pemohon dengan menangkap dan menahan yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Tebing Tinggi yang memeriksa dan mengadili perkara a quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum;
9. Bahwa menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 160), menguraikan bahwa pemberian tembusan surat perintah penangkapan adalah untuk kepastian hukum bagi keluarga pihak yang ditangkap, sebab pihak keluarga dan tersangka mengetahui dengan pasti hendak ke mana tersangka dibawa dan diperiksa. Pemberian tembusan surat perintah penangkapan kepada keluarga tersangka, ditinjau dari segi ketentuan hukum adalah merupakan “kewajiban” pihak penyidik. Jika Surat Perintah Penangkapan tidak diberikan kepada pihak keluarga, mereka dapat mengajukan pemeriksaan kepada Praperadilan tentang ketidakabsahan penangkapan tersebut serta sekaligus dapat menuntut ganti kerugian, Demikian pula mengenai pemberian tembusan Surat Perintah Penahanan adalah “wajib” disampaikan kepada pihak keluarga orang yang ditahan. Hal ini dimaksudkan, disamping memberikan kepastian kepada pihak keluarga, juga sebagai usaha kontrol dari pihak keluarga untuk menilai apakah tindakan penahanan sah atau tidak. Pihak keluarga diberikan hak oleh undang-undang untuk meminta kepada Praperadilan memeriksa sah tidaknya penahanan;
10. Bahwa oleh karena tindakan Termohon I dan Termohon II dalam melakukan penangkapantanpa memberikan tembusan surat perintah penangkapan dan penahanan kepada Pemohon maupun keluarga Pemohon pada hari Pemohon ditangkap , maka tindakan Termohon I dan Termohon II adalah tidak sah, demikian pula menjadi tidak sah penangkapan dan penahanan terhadap diri Pemohon, sehingga mohon dibatalkan oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara aquo;
VI. PEMOHON DIPERIKSA TANPA DIDAMPINGI PENASIHAT HUKUM.
1. Bahwa Pasal 114 KUHAP menyatakan: “dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 KUHAP”
2. Bahwa Pasal 56 ayat (1) KUHAP menyatakan “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka”;
3. Bahwa Pemohon telah diperiksa anggota penyidik Termohon II tanpa didampingi Penasihat Hukum. Ini dapat memungkinan terjadi rekayasa dan jauh dari kesan objektif dan terpercaya dalam proses pemeriksaan penyidik. Padahal, pidana yang disangkakan kepada Pemohon tercantum dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Tentang Narkotika yaitu ancaman hukuman pidananya penjara 5 tahun. Dengan demikian seharusnya anggota penyidik yaitu Termohon II wajib menunjuk penasihat hukum bagi Pemohon sejak awal diperiksa dan ditahan sebagai tersangka;
4. Bahwa karena tanpa pendampingan penasihat hukum, serta diperiksa dan menandatangani BAP tanpa didampingi Penasihat Hukum, maka tindakan tersebut bertentangan Peraturan Kapolri lebih-lebih bertentangan dengan Pasal 56 KUHAP, hingga BAP penyidikan pemeriksaan terhadap Pemohon adalah beralasan hukum mohon dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum;
Bahwa sebagaimana telah Pemohon uraikan di atas, bahwa Penangkapan dan penahanan sebagai Tersangka atas diri Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku Tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka kami memohon Hakim Pengadilan Negeri Tebing Tinggi yang memeriksa perkara aquo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.
VII. PERMOHONAN
Berdasarkan seluruh uraian diatas, Pemohon memohon dengan hormat kepada Ketua Pengadilan Negeri Tebing Tinggi cq. Hakim Pemeriksa Permohonan Praperadilan aquo untuk berkenan kiranya memeriksa dan mengadili permohonan Praperadilan ini, dan selanjutnya memutus permohonan Praperadilan ini dengan amar sebagai berikut :
MENGADILI :
1. Menerima Permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan tindakan Termohon I dan Termohon II melakukan Penangkapan, Penahanan dan penetapan Pemohon sebagai Tersangka dengan dugaan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Tentang Narkotika oleh Termohon I dan Termohon adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum, maka dan oleh karenanya Penangkapan, Penahanan dan Penetapan Tersangka aquo atas diri Pemohon tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
3. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon I dan Termohon II yang berkenaan dengan Penangkapan, Penahanan dan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon I dan Termohon II.
4. Memerintahkan kepada Termohon II untuk melepaskan Pemohon dari tahanan.
5. Memerintahkan kepada Termohon II untuk menghentikan penyidikan Pemohon.
6. Memulihkan hak-hak Pemohon, baik dalam kedudukan, kemampuan, harkat serta martabatnya.
7. Menghukum Termohon I dan Termohon II untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
Atau,
Apabila Pengadilan berpendapat lain, maka Pemohon memohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Demikian Permohonan Praperadilan diajukan, dan sudilah kiranya Bapak Ketua Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Cq. Hakim Praperadilan Pemeriksa Permohonan menerima dan mengabulkan permohonan Praperadilan ini.
Atas perhatian dan kesudian Bapak Ketua Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Cq. Hakim Praperadilan Pemeriksa Permohonan menerima dan mengabulkan permohonan Praperadilan ini, diucapkan terima kasih.
Hormat Pemohon Praperadilan,
Kuasa Hukumnya
GOKMAULI SAGALA, S.H
RUTH NAOLA PURBA, S.H
|