Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TEBING TINGGI
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
5/Pid.Pra/2022/PN Tbt LOIS MELVIN SIMANJUNTAK Kepolisian Resor Tebing Tinggi Cq. Kesatuan Reserse Narkoba Polres Tebing Tinggi Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 15 Des. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 5/Pid.Pra/2022/PN Tbt
Tanggal Surat Kamis, 15 Des. 2022
Nomor Surat 5
Pemohon
NoNama
1LOIS MELVIN SIMANJUNTAK
Termohon
NoNama
1Kepolisian Resor Tebing Tinggi Cq. Kesatuan Reserse Narkoba Polres Tebing Tinggi
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
Kepada Yth.
KETUA PENGADILAN NEGERI TEBING TINGGI
Jalan Merdeka Nomor 2 Rambung kecamatan Tebing-tinggi Kota
Di-
Kota Tebing Tinggi
 
Hal    :        Permohonan Praperadilan atas Nama: Lois Melvin Simanjuntak
Dengan Hormat,
Perkenankanlah kami:
Radinal Hutagalung, S.H., Aldi Pramana S.H., M.H,. Jigoro Lumban Raja, S.H. kesemuanya adalah Advokat dan Konsultan Hukum Yang tergabung pada Organisasi bantuan Hukum Yesaya 56 Tebing TinggiYang memperoleh Akreditasi C Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M.HH-02.HN.03.03 TAHUN 2021 Tanggal 29 Desember 2021 yang beralamat di Jalan Sei Babura No 24 Kelurahan Durian. Kecamatan Bajenis, Kota TebingTinggi, sesuai dengan surat kuasa Tertanggal 14 Desember 2022 yang telah didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Tebing-Tinggi Pada tanggal 14 Desember 2022 dengan Nomor : 160 / SK / 2022 / PNTbt baik secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama LOIS MELVIN SIMANJUNTAK, selanjutnya disebut sebagai---------------------------------------------------------------PEMOHON 
——————————–M E L A W A N——————————–
POLRES TEBING TINGGI CQ. SATRESNARKOBA POLRES TEBING TINGGI, yang beralamat di Jalan Pahlawan No. 12 Tebing Tinggi, selanjutnya disebut sebagai-------------------------------------------------------------------------------------------------------TERMOHON 
untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap penetapan sebagai Tersangka; Penahanan, penggeledahan dan penyitaan benda yang tidak termasuk alat pembuktian dalam dugaan tindak pidana narkotika, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1) subsidair Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang R.I., Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika oleh Polri Resor Tebing Tinggi Kesatuan Reserse Narkoba.
Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut:
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
a.Tindakan upaya paksa, seperti penetapan Tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari Penyidik atau Penuntut Umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai Tersangka/Terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak Tersangka/Terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah Penyidik atau Penuntut Umum dalam melakukan tindakan penetapan Tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi Tersangka.
b.Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan:
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
1.Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2.Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3.Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
c.Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
1.Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
2.ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
d.Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai Sah Tidaknya Penetapan Tersangka dan Sah Tidaknya Penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan Praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh Aparat Penegak Hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara manapun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
e.Bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 52 KUHAP bahwa dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, Tersangka atau Terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada Penyidik atau Hakim. Pasal 54 KUHAP menyebutkan bahwa guna kepentingan pembelaan, Tersangka atau Terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasihat Hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Pasal 55 KUHAP menyebutkan untuk mendapatkan Penasihat Hukum tersebut dalam Pasal 54 KUHP, Tersangka atau Terdakwa berhak memilih sendiri Penasihat Hukumnya.
f.Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak Tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan Tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut:
1)Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012;
2)Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 Nopember 2012;
3)Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015;
4)Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015;
5)Dan lain sebagainya
g.Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan Tersangka, seperti pada Kutipan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut:
Mengadili,
Menyatakan:
1.Mengabulkan Permohonan untuk sebagian:
•[dst]
•[dst]
•Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
•Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
g. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
 
II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
1. PENANGKAPAN PEMOHON dan PENYITAAN BARANG YANG TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN PEMBUKTIAN ADALAH TINDAKAN TERMOHON YANG TIDAK SAH.
1)Bahwa Pasal 17 KUHAP menyebutkan bahwa perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Pasal 18 ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada Tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas Tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa. Pasal 18 ayat (3) KUHAP menyebutkan tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
2)Bahwa faktanya pada hari Minggu, tanggal 20 Nopember 2022 sekira pukul 17.30 WIB datang petugas kepolisian sekitar 2 (dua) orang lebih masuk ke dalam rumah Pemohon yang berada di Jalan Kesatria Ujung Asrama Kodim, Kelurahan Damar Sari, Kecamatan Padang Hilir, Kota Tebing Tinggi tanpa membawa surat tugas, surat ijin penggeledahan dan surat penangkapan serta tidak didampingi oleh kepling setempat langsung menangkap Pemohon dan menggeledah rumah Pemohon yang saat itu hanya ada Pemohon, istri Pemohon yang baru 1 (satu) bulan melahirkan anak kedua, anak Pemohon yang berumur 4,5 (empat setengah) tahun dan bayi Pemohon yang baru berumur 1 (satu) bulan dimana saat itu Pemohon sedang menggendong bayi Pemohon tersebut, secara tiba-tiba dan membabi buta petugas kepolisian yang mengaku dari Satresnarkoba Polres Tebing Tinggi langsung menangkap Pemohon dengan mengatakan, “Sudah ditangkap si Martin Ginting, barang kau itu kan yang sama si Martin Ginting, udah ngaku aja kau” saat itu Pemohon mengatakan, “Saya tidak tahu, bang, nggak tahu aku bang”, lalu petugas kepolisian memegang kedua tangan Pemohon sehingga Pemohon tidak dapat bergerak, sementara petugas lainnya langsung menggeledah rumah Pemohon, saat istri Pemohon sedang menggendong anak bayi Pemohon dan anak balita Pemohon tersebut, dengan semena-mena petugas kepolisian membongkar semua isi lemari, kamar, dapur serta rumah Pemohon dan mengambil 1 (satu) buah timbangan elektrik yang berada di dompet perhiasan istri Pemohon di tempat penyimpanan perhiasan istri Pemohon, petugas kepolisian juga mengambil 1 (satu) buah cincin Pemohon dan uang yang ada di kantong Pemohon sejumlah Rp10.600.000,00 (sepuluh juta enam ratus ribu Rupiah), lalu membawa Pemohon ke kantor Polres Tebing Tinggi.
3)Bahwa sebelum Pemohon dibawa ke kantor Polres Tebing Tinggi, Pemohon dan istri Pemohon sudah menjelaskan bahwasanya timbangan elektrik tersebut adalah milik istri Pemohon yang digunakan untuk menerima gadai perhiasan dari orang peminjam uang kepada istri Pemohon karena istri Pemohon menjalankan uang kepada kerabat Pemohon, akan tetapi petugas kepolisian tidak menghiraukan keterangan Pemohon dan istri Pemohon yang mana mengenai hal ini nantinya akan dibuktikan Pemohon, begitu pula dengan uang sebesar Rp10.600.000,00 (sepuluh juta enam ratus ribu Rupiah) tersebut adalah uang milik Pemohon sebagai uang hasil penjualan ternak babi yang Pemohon pelihara di tetangga Pemohon yang baru hari itu juga dijual oleh Pemohon, terhadap uang inipun petugas kepolisian tidak memperdulikan keterangan Pemohon dan istri Pemohon, begitu pula dengan cincin Pemohon sudah diterangkan oleh Pemohon dan istri Pemohon bahwasanya cincin itu adalah cincin kawin Pemohon, tetapi petugas kepolisian tidak menghiraukan apa yang disampaikan oleh Pemohon dan istri Pemohon tersebut.
4)Bahwa akhirnya petugas kepolisian membawa Pemohon ke Polres Tebing Tinggi tanpa menujukkan surat tugas, surat ijin penggeledahan rumah dan badan, surat penangkapan dan surat penyitaan barang-barang yang tidak ada hubungannya dengan pembuktian yang disita oleh Termohon.
5)Bahwa tindakan Termohon yang saat itu datang ke rumah Pemohon tanpa didampingi oleh Kepling setempat, tidak disertai dengan surat tugas, surat ijin penggeledahan rumah dan badan, surat penangkapan dan surat penyitaan menurut Pemohon merupakan tindakan sewenang-wenang Termohon terhadap Pemohon, di samping itu Termohon mengatakan kepada Pemohon bahwa dengan ditangkapnya seseorang yang bernama Martin Ginting dimana barang yang ada pada Martin Ginting adalah milik Pemohon sementara Termohon tidak menghadapkan Martin Ginting dan barang yang dimaksud Termohon tersebut saat itu juga di rumah Pemohon melainkan hanya mendalilkan saja supaya Pemohon mengaku bahwa barang yang ada pada Martin Ginting berasal dari Pemohon dengan Termohon mengakatan, “Udah, ngaku aja kau” kepada Pemohon adalah tindakan yang menjebak dan tidak berdasarkan hukum yang seharusnya tidak dilakukan oleh Termohon.
6)Bahwa keesokan harinya pada hari Senin, tanggal 21 Nopember 2022 siang hari, istri Pemohon mendatangi Pemohon ke-Satres Narkoba Polres Tebing Tinggi, saat itu istri Pemohon meminta supaya semua barang yang diambil dari Pemohon dan istri Pemohon dari rumah Pemohon dipulangkan oleh Termohon, akan tetapi Termohon hanya memulangkan cincin Pemohon, pengembalian cincin Pemohon kepada istri Pemohon tidak disertai dengan surat ataupun berita acara pengembalian benda sitaan yang tidak terkait dengan pembuktian perkara, sedangkan timbangan elektrik milik istri Pemohon dan uang sebesar Rp10.600.000,00 (sepuluh juta enam ratus ribu Rupiah) tidak dipulangkan Termohon, lalu Termohon mengatakan kepada istri Pemohon bahwa, “Uang yang kita jadikan barang bukti Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) aja ya”, lalu istri Pemohon mengatakan, “Kembalikan semua uang dan timbangan saya itu, Pak, itu uang hasil jual ternak babi dan timbangan buat saya menerima gadai-gadaian perhiasan dan emas, Pak”, namun Termohon tidak mengembalikan uang dan timbangan tersebut kepada Pemohon dan istrinya, justru sebaliknya Termohon menawarkan pilihan kepada Pemohon dan istri Pemohon apakah akan segera dikeluarkan atau diproses cepat untuk masalah Pemohon tersebut dengan syarat harus mempersiapkan sejumlah uang dan diberi waktu selama 5 x 24 jam untuk berpikir-pikir dan mempersiapkan apa yang diminta oleh Termohon tersebut.
7)Bahwa oleh karena Pemohon tidak terima dengan apa yang diperlakukan Termohon terhadap Pemohon sehingga Pemohon meminta keluarga mempersiapkan Pengacara untuk Pemohon dan sepakat menunjuk sdr. Radinal Hutagalung, S.H., sebagai Pengacara Pemohon, dimana pada hari Selasa, tanggal 29 Nopember 2022 saat keluarga sudah menunjuk Pengacara yang mendampingi Pemohon, Termohon tidak mengijinkan Pengacara Pemohon bertemu dengan Pemohon untuk menandatangani surat kuasa, padahal keluarga Pemohon telah mempersiapkan Pengacara untuk mendampingi Pemohon, saat itu alasan Termohon kepada Pengacara Pemohon bahwasanya waktu berkunjung dengan tahanan hanya di hari Selasa dan Kamis setiap minggunya, lalu pada hari Selasa, tanggal 29 Nopember 2022 saat Pengacara hendak menandatangani surat kuasa dengan Pemohon ke Rumah Tahanan Polres (RTP) Polres Tebing Tinggi, ditolak oleh Termohon dengan alasan Termohon lepas piket dan disarankan kepada Pengacara untuk datang di hari Kamis, tanggal 1 Desember 2022.
8)Bahwa ternyata pada hari Selasa dan Rabu malam antara tanggal 29 sampai dengan tanggal 30 Nopember 2022 malam harinya Termohon dengan secara diam-diam melakukan pemeriksaan terhadap Pemohon tanpa didampingi oleh Pengacara Pemohon dan tanpa diberitahukan kepada Pengacara Pemohon bahwasanya Termohon akan melakukan pemeriksaan terhadap Pemohon padahal Termohon sudah mengetahui bahwasanya Pemohon ada memiliki Pengacaranya sendiri, namun hal itu tidak dilakukan oleh Termohon melainkan Termohon langsung dengan semena-mena memeriksa Pemohon pada malam harinya, saat di BAP, Pemohon dipaksa dan diancam oleh Termohon untuk mengakui uang dan timbangan itu untuk digunakan dalam kaitannya dengan narkotika, padahal sudah diterangkan oleh Pemohon bahwasanya timbangan itu milik istri Pemohon untuk menerima gadai-gadaian perhiasan, uang itu hasil penjualan ternak babi Pemohon, namun Termohon mengancam Pemohon dengan mengatakan, “Kalau benar timbangan ini milik istrimu, malam ini juga kuangkat istrimu dari rumah untuk dibawa ke rumah tahanan polres ini”, karena ancaman tersebut, Pemohon merasa ketakutan dan menuruti apa keterangan Termohon dan dipaksa menandatangani berita acara yang dibuat oleh Termohon, dimana saat itu Pemohon tidak didampingi oleh Pengacaranya ataupun tidak didampingi Penasihat Hukum manapun.
9)Bahwa selanjutnya pada hari Kamis, tanggal 1 Desember 2022 barulah Termohon memberikan ijin kepada Pengacara Pemohon untuk datang bertemu dengan Pemohon di RTP Polres Tebing Tinggi lalu Pemohon menceritakan semuanya kepada Pengacara Pemohon tentang apa yang dialaminya serta Pemohon menerangkan bahwa ianya telah di BAP oleh Termohon malam sebelumnya tanpa didampingi oleh Pengacara Pemohon dan dipaksa serta diancam Termohon untuk mengakui dan menandatangani bahwasanya uang dan timbangan untuk hubungannya dengan narkotika, padahal bukan begitu sebenarnya, sehingga Pemohon meminta supaya Pengacara Pemohon mengajukan kepada Termohon untuk melakukan pemeriksaan atau BAP ulang terhadap Pemohon dengan didampingi oleh Pengacara Pemohon.
10)Bahwa pada hari Selasa, tanggal 13 Desember 2022, Pengacara Pemohon menghubungi Termohon oleh karena Pemohon meminta dirinya untuk dilakukan BAP ulang dan mencabut keterangannya saat di BAP semula yang tanpa didampingi oleh Pengacaranya ketika itu, dimana kali ini Pemohon mau memberi keterangan sebenarnya tanpa paksaan dengan didampingi oleh Pengacaranya, namun permintaan Pengacara Pemohon tersebit ditolak oleh Termohon dimana Termohon mengatakan bahwa sudah tidak bisa lagi Pemohon di BAP ulang karena Pemohon telah di BAP, nanti silahkan saja Bapak mendampingi Pemohon di Pengadilan. 
11)Bahwa faktanya pada saat Pemohon ditangkap diduga perkara Narkotika akan tetapi pada diri Pemohon tidak terdapat barang bukti narkotika dan urine Pemohon negative narkotika karena memang Pemohon sama sekali tidak pernah menggunakan narkotika dan tidak ada hubungannya dengan narkotika, hanya karena Termohon mendalilkan bahwa Martin Ginting sudah ditangkap dan kata Termohon barang yang ada pada Martin Ginting berasal dari Pemohon tanpa mempertemukan Martin Ginting saat itu juga dengan Pemohon dan barangnya Martin Ginting tersebut di rumah Pemohon, lalu Termohon dengan semena-mena menyita uang dan timbangan yang tidak ada hubungannya dengan Pemohon, yang mana setelah Pengacara Pemohon menanyakan kepada Martin Ginting (karena Pengacara Pemohon juga merupakan Pengacara Martin Ginting) bahwa barang yang disita dari Martin Ginting sebanyak 1 (satu) paket shabu seharga Rp70.000,00 (tujuh puluh ribu rupiah) untuk pake-pakean sendiri dan bukan diperolehnya dari Pemohon, namun dipaksa Termohon kepada Martin Ginting untuk menyatakan bahwa barang tersebut dari Pemohon, hal ini merupakan tindakan yang sangat menjebak dari Termohon terhadap Pemohon, karena itu sangat tidak masuk akal shabu yang ditemukan dari Martin Ginting sebanyak 1 (satu) paket seharga Rp70.000,00 (tujuh puluh ribu Rupiah) kata Termohon berasal dari Pemohon lalu dari Pemohon disita uang sebesar Rp10.600.000,00 (sepuluh juta enam ratus ribu rupiah) dan timbangan, sungguh sangat dipaksakan sekali untuk menangkap Pemohon dengan barang bukti yang tidak ada narkotikanya pada diri Pemohon dan urine Pemohonpun negative.
12)Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
13)Mahkamah beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti.
14)“Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia)”.
15)Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka  untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu.
16)Bahwa sebagaimana diketahui Pemohon tidak pernah dilakukan pemeriksaan dalam kapasitas Pemohon sebagai calon tersangka, Termohon menangkap Pemohon tidak disertai surat tugas, surat ijin penggeledahan rumah dan badan, surat penyitaan dan surat penangkapan, akan tetapi Pemohon langsung dibawa ke Polres oleh Termohon dengan mengikut sertakan barang-barang yang tidak ada hubungannya dengan pembuktian yaitu uang dan timbangan, Pemohon tidak dikonfrontir keterangannya dengan Martin Ginting di rumah Pemohon saat datangnya Termohon ke rumah Pemohon, Termohon juga tidak mengikusertakan Kepling atau warga sekitar menyaksikan penangkapan Pemohon sehingga tidak dengan seimbang Pemohon dapat melakukan klarifikasi terhadap apa yang dituduhkan kepada Pemohon. Pemohon hanya diperiksa sepihak oleh Termohon tanpa didampingi oleh Pengacaranya sendiri padahal Termohon mengetahui bahwa Pemohon memiliki Pengacaranya sendiri dan sebelumnya telah berkoordinasi dengan Termohon akan tetapi ditolak oleh Termohon. 
17)Untuk itu berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya. Tidak pernah dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon. Dikarenakan Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Erga Omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh Termohon dalam hal ini Satuan Reserse Narkoba Polres Tebing Tinggi.
Dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa pemeriksaan calon tersangka, tindakan Termohon yang menangkap Pemohon tanpa disertai surat tugas dan surat penangkapan, tindakan Termohon yang menggeledah rumah dan badan serta menyita barang Pemohon yang tidak ada hubungannya dengan pembuktian merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan tentang Penangkapan, Penyitaan dan Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Aquo.
 
2. TIDAK PERNAH ADA PENYELIDIKAN ATAS DIRI PEMOHON
1)Bahwa sebagaimana diakui baik oleh Pemohon maupun Termohon, bahwa Pemohon ditangkap tidak disertakan surat penangkapan terhadap Pemohon dan keluarganya lalu ditetapkan sebagai Tersangka tanpa melalui proses hukum yang benar karena tidak pernah ada surat perintah penyelidikan kepada Pemohon. Padahal sesuai Pasal 1 angka 1 dan 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Polisi memiliki tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan.
2)Bahwa hal itu senada dengan penyelidikan dan penyidikan, menurut Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan “penyidikan”. Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum.
3)Lebih lanjut, Yahya Harahap menyatakan bahwa jadi sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Mungkin penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian “tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana.
4)Yahya Harahap (Ibid, hal. 102) juga mengatakan bahwa jika diperhatikan dengan seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia. Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan. Penyelidikan atas perkara orang lain tidak dapat langsung dipakai pada penyelidikan atas nama Pemohon.
Dengan demikian jelas berdasarkan uraian singkat diatas, kegiatan penyelidikan dan penyidikan merupakan dua hal yang tidak dapat berdiri sendiri dan dapat dipisahkan keduanya. Berkenaan dengan Pemohon dengan tidak pernah diterbitkannya surat perintah penyelidikan atas diri Pemohon, maka dapat dikatakan penetapan tersangka dengan atau tanpa surat perintah penyelidikan dapat dikatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan.
3. PEMOHON DITETAPKAN SEBAGAI TERSANGKA, AKAN TETAPI TERUS-MENERUS DILAKUKAN PENYIDIKAN
1)Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditangkap serta ditahan, akan tetapi Termohon masih saja mencari-cari bukti lain melalui keponakan Pemohon di lingkungan kerja keponakan Pemohon dengan menginterogasi keponakan Pemohon yang merupakan anak di bawah umur tentang apa, bagaimana dan siapa saja teman-teman Pemohon yang oleh keponakan Pemohon dijawab “Aku tidak tahu, Pak”. Dimana perbuatan tersebut dilakukan Termohon pada malam hari dengan menjemput keponakan Pemohon dari bengkel tempat kerjanya dan membawa keponakan Pemohon yang masih di bawah umur tersebut ke suatu tempat tanpa ijin orang tua ataupun keluarga dari keponakan Pemohon tersebut dan tidak diketahui oleh siapapun. Belakangan setelah keponakan Pemohon selesai diinterogasi Termohon di suatu tempat, barulah keponakan Pemohon yang masih dibawah umur tersebut menceritakan kejadian yang dialaminya saat dibawa petugas kepolisian berpakaian preman ke suatu tempat untuk mencari informasi tentang Pemohon kepada orang tua daripada keponakan Pemohon tersebut.
2)Bahwa hal tersebut merupakan salah satu bentuk kesewenang-wenangan Penyidik, dimana Pemohon sudah dijadikan tersangka dan sudah ditangkap serta ditahan, akan tetapi masih melakukan pencarian bukti-bukti yang terkait narkotika melalui keponakan Pemohon yang masih anak dibawah umur, dengan demikian sangat bertentangan dengan makna sesungguhnya dari pengertian “PENYIDIKAN” itu sendiri. Hal mana dalam proses penyelidikan belum ada tersangka, kalaupun ada orang yang diduga pelaku tindak pidana. Sedangkan penetapan tersangka merupakan proses yang terjadi kemudian, letaknya di akhir proses penyidikan. Menemukan tersangka menjadi bagian akhir dari proses penyidikan. Bukan penyidikan baru ditemukan tersangka. Hal itu sesuai dengan Pengertian Penyelidikan dan Penyidikan dalam KUHAP.
3)Bahwa hal tindakan Termohon telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP yang pada intinya menyatakan dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum. Sehingga dengan demikian apabila Pemohon telah ditangkap, ditahan dan dilakukan pemeriksaan, Penyidik tidak dapat lagi melakukan pemeriksaan guna kepentingan penyidikan.
Bahwa berdasar pada uraian diatas, dimana penyidik telah menyatakan menangkap, menahan dan memeriksa Pemohon, akan tetapi masih mencari-cari bukti lain lagi melalui keponakan Pemohon tanpa prosedural hukum yang berlaku guna kepentingan penyidikan, maka tindakan Termohon tersebut tidak memiliki kompetensi guna melakukan Penyidikan, karena beban tugas dan tanggung jawab seharusnya telah berpindah kepada Jaksa Penuntut Umum. Untuk itu tindakan Termohon yang demikian merupakan tindakan yang unprosedural, sehingga dengan demikian penetapan tersangka, penangkapan dan penahanan terhadap Pemohon dapat dikategorikan cacat hukum.
4. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA
1)Bahwa Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan tindak pidana narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1) subsidair Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang R.I. Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika oleh Polri Resor Tebing Tinggi Reserse Narkoba kepada Pemohon hanya berdasar pada dalil Termohon yang menerangkan bahwa barang yang ada pada Martin Ginting berasal dari Pemohon sementara Martin Ginting dan barangnya itu tidak dihadapkan atau dikonfrontir saat penangkapan itu langsung melainkan Pemohon dibawa Termohon begitu saja ke Polres Tebing Tinggi, jika dihubungkan dengan uang sejumlah Rp10.600.000,00 (sepuluh juta enam ratus ribu Rupiah) apakah sesuai jika barang yang ada pada Martin Ginting sebanyak 1 (satu) paket seharga Rp70.000,00 (tujuh puluh ribu Rupiah) barang pake-pakean dibayar dengan harga sebesar Rp10.600.000,00 (sepuluh juta enam ratus ribu Rupiah) dan apakah masuk akal jika timbangan elektrik yang diambil dari lemari perhiasan istri Pemohon oleh Termohon digunakan untuk menimbang barang si Martin Ginting sebanyak 1 (satu) paket seharga Rp70.000,00 itu, padahal sudah diterangkan kepada Termohon bahwa uang tersebut adalah hasil penjualan ternak babi milik Pemohon dan timbangan adalah milik istri Pemohon untuk menerima gadai-gadaian emas perhiasan dari orang lain karena istri Pemohon menjalankan uang dan Pemohon menerangkan bahwa Pemohon tidak mengetahui tentang barang si Martin Ginting sebanyak 1 (satu) paket seharga Rp70.000,00 itu, dan Pemohon juga bukan pengguna narkotika sehingga urine nya pun negative, oleh karena itu pasal apa yang akan dipersangkakan Termohon atas diri Pemohon yang memiliki uang Rp10.600.000,00 (sepuluh juta enam ratus ribu Rupiah) dan timbangan elektrik tanpa didukung barang bukti narkotika maupun urine Terdakwa yang negative narkotika? Apakah setiap orang yang memiliki uang dalam jumlah yang banyak dan timbangan elektrik patut diduga sebagai penyalahguna narkotika dan dapat diproses secara hukum? Apakah dengan mendasarkan dalil keterangan Martin Ginting yang menerangkan bahwa barangnya itu dari Pemohon sehingga Termohon menangkap Pemohon adalah bukti yang cukup dan bisa menangkap Pemohon?
2)Bahwa berdasar pada Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 Frasa “Bukti Permulaan”, Frasa “Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti Yang Cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” sesuai dengan pasal 184 KUHAP.
3)Bahwa berdasar pada argument-argument sebelumnya, maka Pemohon ragu terhadap terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, Termohon menangkap Pemohon, Termohon menyita barang-barang yang tidak ada hubungannya dengan pembuktian dan Termohon yang menahan Pemohon dalam dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1) subsidair Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang R.I. Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengingat dalam pemeriksaan oleh Termohon, Termohon selalu mendasarkan pada alat bukti uang dan timbangan serta penyelidikan atas perkara orang lain, yang mana hal ini tidak dapat langsung dipakai pada penyelidikan atas nama Pemohon.
Berdasar pada uraian diatas, maka tindakan Termohon yang tidak memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor perkara 21/PUU-XII/2014, maka dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
5. PENAHANAN ATAS DIRI PEMOHON ADALAH TIDAK SAH.
1)Bahwa berdasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seseorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Bahwa dengan demikian menurut hukum penahanan hanya dapat dilakukan apabila telah adanya bukti yang cukup dan jelas;
2)Bahwa satu-satunya surat resmi yang diterbitkan oleh Termohon dan diberitahukan kepada Pemohon hanya berupa Surat Perintah Penahanan Nomor: SP-Han/180/XI/Res.4.2/2022/Resnarkoba yang dibuat oleh a.n. Kepala Kepolisian Resor Tebing Tinggi, Kasat Narkoba selaku Penyidik, AKP. Happy Margowati S., S.I.K., di Tebing Tinggi pada tanggal 26 Nopember 2022, sementara surat penangkapan, surat penggeledahan dan penyitaan tidak ada diberikan kepada Pemohon dan keluarganya sehingga Pemohon merasa keberatan dengan tindakan semena-mena Termohon yang langsung menahan Pemohon tanpa dasar bukti permulaan yang cukup, menangkap, menggeledah dan menyita barang-barang milik Pemohon lalu secara tiba-tiba menahan Pemohon dengan suratnya tertanggal 26 Nopember 2022, lalu sejak tanggal 20 Nopember 2022 sampai dengan tanggal 26 Nopember 2022 atas dasar alasan apa Termohon menahan Pemohon di RTP Polres Tebing Tinggi karena Pemohon dan keluarga Pemohon sama sekali tidak mengetahui secara sah tindakan Termohon yang menempatkan Pemohon pada RTP Polres Tebing Tinggi sejak tanggal 20 Nopember 2022 sampai dengan tanggal 26 Nopember 2022, jikalau itu adalah penangkapan, mana bukti suratnya kalau Pemohon benar ditangkap, jikalau barang-barang Pemohon diduga sebagai pembuktian, mana bukti suratnya kalau itu disita dari Pemohon dan keluarga Pemohon, mengapa Termohon tiba-tiba langsung menerbitkan surat Penahanan Pemohon pada tanggal 26 Nopember 2022, apa dasar hukumnya? Sementara untuk bukti permulaan yang cukup saja Termohon tidak mampu membuktikannya, dan secara tiba-tiba langsung menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, membawa Pemohon ke RTP Polres Tebing Tinggi, menyita barang-barang Pemohon dan menahan Pemohon.
3)Bahwa berdasarkan uraian diatas, tindakan Termohon yang menerbitkan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP-Han/180/XI/Res.4.2/2022/Resnarkoba yang dibuat oleh a.n. Kepala Kepolisian Resor Tebing Tinggi, Kasat Narkoba selaku Penyidik, AKP. Happy Margowati S., S.I.K., di Tebing Tinggi pada tanggal 26 Nopember 2022 tanpa dasar yang jelas merupakan perbuatan yang melanggar Undang-Undang dan harus dinyatakan tidak sah. 
6.PEMERIKSAAN TERHADAP TERSANGKA TIDAK DIDAMPINGI OLEH PENASIHAT HUKUMNYA
1)Bahwa sebagaimana telah diterangkan sebelumnya diatas bahwa Pemohon melalui keluarganya telah mempersiapkan Pengacara untuk Pemohon dan sepakat menunjuk sdr. Radinal Hutagalung, S.H., sebagai Pengacara Pemohon, dimana pada hari Selasa, tanggal 29 Nopember 2022 saat keluarga sudah menunjuk Pengacara yang mendampingi Pemohon, Termohon tidak mengijinkan Pengacara Pemohon bertemu dengan Pemohon untuk menandatangani surat kuasa, padahal keluarga Pemohon telah mempersiapkan Pengacara untuk mendampingi Pemohon, saat itu alasan Termohon kepada Pengacara Pemohon bahwasanya waktu berkunjung dengan tahanan hanya di hari Selasa dan Kamis setiap minggunya, lalu pada hari Selasa, tanggal 29 Nopember 2022 saat Pengacara hendak menandatangani surat kuasa dengan Pemohon ke RTP Polres Tebing Tinggi, ditolak oleh Termohon dengan alasan Termohon lepas piket dan disarankan kepada Pengacara untuk datang di hari Kamis, tanggal 1 Desember 2022.
2)Bahwa ternyata pada hari Selasa dan Rabu malam antara tanggal 29 sampai dengan tanggal 30 Nopember 2022 malam harinya Termohon dengan secara diam-diam melakukan pemeriksaan terhadap Pemohon tanpa didampingi oleh Pengacara Pemohon dan tanpa diberitahukan kepada Pengacara Pemohon bahwasanya Termohon akan melakukan pemeriksaan terhadap Pemohon padahal Termohon sudah mengetahui bahwasanya Pemohon ada memiliki Pengacaranya sendiri, namun hal itu tidak dilakukan oleh Termohon melainkan Termohon langsung dengan semena-mena memeriksa Pemohon pada malam harinya, saat di BAP, Pemohon dipaksa dan diancam oleh Termohon untuk mengakui uang dan timbangan itu untuk digunakan dalam kaitannya dengan narkotika, padahal sudah diterangkan oleh Pemohon bahwasanya timbangan itu milik istri Pemohon untuk menerima gadai-gadaian perhiasan, uang itu hasil penjualan ternak babi milik Pemohon, namun Termohon mengancam Pemohon dengan mengatakan, “Kalau benar timbangan ini milik istrimu, malam ini juga kuangkat istrimu dari rumah untuk dibawa ke rumah tahanan polres ini”, karena ancaman tersebut, Pemohon merasa ketakutan dan menuruti apa keterangan Termohon dan dipaksa menandatangani berita acara yang dibuat oleh Termohon, dimana saat itu Pemohon tidak didampingi oleh Pengacaranya ataupun tidak didampingi Penasihat Hukum manapun.
3)Bahwa selanjutnya pada hari Kamis, tanggal 1 Desember 2022 barulah Termohon memberikan ijin kepada Pengacara Pemohon untuk datang bertemu dengan Pemohon di RTP Polres Tebing Tinggi lalu Pemohon menceritakan semuanya kepada Pengacara Pemohon tentang apa yang dialaminya serta Pemohon menerangkan bahwa ianya telah di BAP oleh Termohon malam sebelumnya tanpa didampingi oleh Pengacara Pemohon dan dipaksa serta diancam Termohon untuk mengakui dan menandatangani bahwasanya uang dan timbangan untuk hubungannya dengan narkotika, padahal bukan begitu sebenarnya, sehingga Pemohon meminta supaya Pengacara Pemohon mengajukan kepada Termohon untuk melakukan pemeriksaan atau BAP ulang terhadap Pemohon dengan didampingi oleh Pengacara Pemohon.
4)Bahwa pada hari Selasa, tanggal 13 Desember 2022, Pengacara Pemohon menghubungi Termohon oleh karena Pemohon meminta dirinya untuk dilakukan BAP ulang dan mencabut keterangannya saat di BAP semula yang tanpa didampingi oleh Pengacaranya ketika itu, dimana kali ini Pemohon mau memberi keterangan sebenarnya tanpa paksaan dengan didampingi oleh Pengacaranya, namun permintaan Pengacara Pemohon tersebut ditolak oleh Termohon dimana Termohon mengatakan bahwa sudah tidak bisa lagi Pemohon di BAP ulang karena Pemohon telah di BAP, nanti silahkan saja Bapak mendampingi Pemohon di Pengadilan.
5)Berdasarkan fakta tersebut diatas jelas tindakan Termohon yang memeriksa Pemohon tidak didampingi oleh Pengacaranya merupakan tindakan yang tidak sah yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 57 ayat (1) KUHAP bahwa Tersangka atau Terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi Penasihat Hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini, akan tetapi pada kenyataannya Termohon telah mengelabui Pemohon dan Pengacaranya untuk supaya segera melakukan pemeriksaan terhadap Pemohon dengan tidak didampingi oleh Pengacara Pemohon supaya dengan leluasa Termohon mengintimidasi ataupun memaksakan keterangan Pemohon pada BAP tersebut sehingga keterangan yang diberikan Pemohon tidak bebas sebagaimana amanat Pasal 52 KUHAP dan hal ini merupakan tindakan penjebakan Termohon terhadap Pemohon, maka BAP tersebut dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
7. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA, PENANGKAPAN, PENAHANAN DAN TIDAK DIDAMPINGI OLEH PENASIHAT HUKUMNYA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN TERMOHON DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM
1)Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.
2)Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.
3)Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’.
4)Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampur adukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampur adukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).
5)Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi:
– ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
– dibuat sesuai prosedur; dan
– substansi yang sesuai dengan objek Keputusan
Bahwa sebagaiman telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku.
6)Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan aquo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut:
“Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan
7)Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka, menyita barang-barang milik Pemohon yang tidak termasuk pembuktian, melakukan penangkapan terhadap Pemohon serta menahan Pemohon bahkan menghalang-halangi Pemohon untuk diperiksa dengan didampingi oleh Penasihat Hukumnya sendiri yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Hakim Pengadilan Negeri Tebing Tinggi yang memeriksa dan mengadili perkara aquo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka, penyitaan dan penahanan terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.
 
III. PETITUM
Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Tebing Tinggi yang memeriksa dan mengadili perkara aquo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut:
1.Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya.
2.Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan Pasal 114 ayat (1) subsidair Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang R.I., Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika oleh Polri Resort Tebing Tinggi Reserse Narkoba adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka atas Pemohon aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
3.Menyatakan tindakan Termohon melakukan penangkapan terhadap Pemohon dengan dugaan Pasal 114 ayat (1) subsidair Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang R.I., Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika oleh Polri Resort Tebing Tinggi Reserse Narkoba adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penangkapan terhadap Pemohon aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
4.Menyatakan tindakan Termohon melakukan penahanan terhadap Pemohon dengan dugaan Pasal 114 ayat (1) subsidair Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang R.I., Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika oleh Polri Resort Tebing Tinggi Reserse Narkoba adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penahanan atas Pemohon aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
5.Menyatakan tindakan Termohon yang melakukan penyitaan terhadap uang Pemohon sejumlah Rp10.600.000,00 (sepuluh juta enam ratus ribu rupiah) dan 1 (satu) unit timbangan elektrik dengan dugaan Pasal 114 ayat (1) subsidair Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang R.I., Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika oleh Polri Resort Tebing Tinggi Reserse Narkoba adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penyitaan atas barang-barang milik Pemohon yang tidak ada hubungannya dengan pembuktian yaitu barang-barang berupa uang Pemohon sejumlah Rp10.600.000,00 (sepuluh juta enam ratus ribu rupiah) dan 1 (satu) unit timbangan elektrik tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
6.Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka, penangkapan, penhananan dan penyitaan atas diri dan barang-barang milik Pemohon oleh Termohon.
7.Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon.
8.Memerintahkan Termohon untuk segera mengeluarkan Pemohon dari tahanan.
9.Memerintahkan kepada Termohon untuk mengembalikan barang-barang milik Pemohon berupa uang Pemohon sejumlah Rp10.600.000,00 (sepuluh juta enam ratus ribu rupiah) dan 1 (satu) unit timbangan elektrik secara tunai dan langsung kepada Pemohon.
10.Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
11.Menghukum Termohon untuk membayar ganti rugi kepada Pemohon atas diditahannya Pemohon selama 1 (satu) bulan sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
12.Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
PEMOHON sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Mulia Hakim Pengadilan Negeri Tebing Tinggi yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap perkara aquo dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.
Apabila Yang Mulia Hakim Pengadilan Negeri Tebing Tinggi yang memeriksa permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
 
 
 
 
 
 
Tebing Tinggi, 15 Desember 2022
Hormat kami,
Pemohon LOIS MELVIN SIMANJUNTAK
/Kuasa hukum- Penasihat Hukumnya
 
 
1.RADINAL HUTAGALUNG, S.H.    2. ALDI PRAMANA, S.H., M.H
 
 
3.JIGORO LUMBAN RAJA, S.H.
Pihak Dipublikasikan Ya