INFORMASI DETAIL PERKARA
Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
6/Pid.Pra/2023/PN Tbt | GUL BAKHRI SIREGAR | KEPALA KEJAKSAAN NEGERI TEBING TINGGI | Minutasi |
Tanggal Pendaftaran | Rabu, 23 Agu. 2023 | ||||
Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penetapan tersangka | ||||
Nomor Perkara | 6/Pid.Pra/2023/PN Tbt | ||||
Tanggal Surat | Rabu, 23 Agu. 2023 | ||||
Nomor Surat | 6 | ||||
Pemohon |
|
||||
Termohon |
|
||||
Kuasa Hukum Termohon | |||||
Petitum Permohonan | Dalam Permohanan Praperadilan ini diwakili oleh kuasa hukumnya: 1. ZULKIFLI, SH, 2. DIANTI NOVITA MARWA, SH, 3. FAHRUL SIMANGUNSONG, SH, dan 4. ICHWAL FADILLAH SIREGAR, SH, masing-masing adalah Warga Negara Republik Indonesia, pekerjaan Advokat / Pengacara-Penasihat Hukum dari Kantor ZULKIFLI, SH & ASSOCIATES, beralamat di Jalan Sisingamangaraja No.270, Kel. Tegal Sari, Kecamatan Kota Kisaran Barat, Kab. Asahan, Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 14 Agustus 2023 ( surat kuasa terlampir dalam berkas perkara ), selanjutnya dalam Permohonan Praperadilan ini disebut sebagai : ..…………………….……………….... P e m o h o n;
Dengan ini melalui Pengadilan Negeri Tebing Tinggi mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap :
- Negara Republik Indonesia, Cq. Kepala Kejaksaan Negeri Tebing Tinggi yang beralamat di Jalan Yos Sudarso, Kel. Lalang, Kec. Rambutan, Kota Tebing Tinggi Kode Pos : 20998, yang dalam perkara a quo selanjutnya disebut sebagai:….……………….……………………………….…. T e r m o h o n;
Adapun alasan yang mendasari diajukannya Permohonan Praperadilan ini adalah sebagai berikut :
I. DASAR HUKUM
a. Azas Habeas Corpus :
1. Perlu diketahui dan di pahami,bahwa lembaga praperadilan lahir dari inspirasi prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam system praperadilan Anglo saxson, memberikan jaminan fundamental terhadap hak azasi manusia, khususnya hak untuk merdeka;
Halaman 1 dari 12 Halaman
2. Habeas Corpus Act. Memberikan hak pada seseorang melalui suatu surat Perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan pidana hukum formil tersebut agar tidak melanggar hukum. Tegasnya, setiap pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-benar sah, sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pengabaian terhadap hak-hak korban itu benar-benar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;
b. Undang- Undang Republik Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) Pasal 77 huruf ( a ) KUHAPidana.
1. Bahwa keberadaan lembaga praperadilan, sebagaimana diatur dalam Bab X Bagian Kesatu dan Bab XII Bagian Kesatu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Reapublik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209), secara jelas dan tegas dimaksudkan sebagai sarana kontrol atau pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (i.c. penyelidik dan/ataupun penuntut umum);
2. Bahwa, selain itu juga sebagai upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang dengan maksud dan/atau tujuan yang lain diluar apa yang telah ditentukan secara tegas dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Indonesia Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) guna menjamin dilindunginya hak asasi setiap orang, termasuk hak korban selaku Pemohon;
3. Luhut M. Pangaribuan berpendapat, bahwa lembaga preperadilan yang terdapat di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3029) identik dengan lembaga pre trial yang terdapat di Amerika Serikat yang menerapkan prinsip Habeas Corpus. Prinsip Habeas Corpus pada dasarnya menghendaki pemerintah menjamin hak korban/seseorang di dalam masyarakat yang beradab;
4. Bahwa lembaga praperadilan sebagaimana diatur dalam pasal 77 sampai dengan Pasal 83 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan atau upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik dan/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan praperadilan menyangkut sah tidaknya------------
Halaman 2 dari 12 Halaman
----------- tindakan penyidik dan/atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan dan/atau penuntutan, dan dari fakta serta bukti-bukti yang ada,penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik/Termohon sudah memenuhi ketentuan pada unsur delik dari tindak pidana yang disangkakan, namun pada tanggal 07 Agustus 2023 Termohon mengeluarkan Surat Penetapan Tersangka dan Surat Perintah Penahanan;
5. Bahwa tujuan praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) Pasal 80, adalah untuk menegakakan hukum keadilan berdasarkan fakta- fakta nyata yang benar melalui sarana pengawasan secara horizontal, sehingga esensi dari praperadilan untuk mengawasi tindakan yang di lakukan oleh penyidik dan/atau penuntut umum terhadap saksi korban benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang dilakukan secara propesional dan tidak bertentangan dengan hukum, sebagai mana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) dan/atau ketentuan,peraturan perundang-undang deripratif dan/atau ketentuan,peraturan, perundang-undangan terkait lainya;
6. Berkenaan dengan hal diatas tersebut, S.Tanusubroto berpendapat bahwa “Keberadaan lembaga praperadilan sebenarnya memberikan peringatan;
a) Agar penegak hukum berhati-hati dalam melakukan tindakan hukum, setiap tindakan hukum harus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Artinya, setiap penegak hukum harus mampu menahan diri serta menjauhkan dirinya dari tindakan sewenang-wenang;
b) Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi warga Negara yang mengalami kerugian akibat dihentikannya penyidikan atas laporan saksi korban yang mana laporan tersebut telah didukung oleh dua alat bukti yang sah yaitu bukti surat dan dua orang saksi, sehingga bukti permulaan yang cukup tersebut penyidik berkeyakinan telah terpenuhinya tindak pidana yang dilakukan;
c) Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama ,baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan financial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu;
d) Kejujuran yang menjiwai Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana harus diimbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan maka semuanya akan menjadi sia-sia;
Halaman 3 dari 12 Halaman
7. Bahwa apa yang diuraikan di atas, yaitu lembaga praperadilan sebagai upaya pengawasan penggunaan wewenang guna menjamin perlindungan hak asasi manusia, telah dituangkan secara tegas dalam konsiderans menimbang huruf (a) dan huruf (c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209), dengan sendirinya menjadi spirit atau jiwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang menyatakan:
a) “Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945 yang menjujung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan merintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan tidak ada kecualinya;
b) “Bahwa pembangungan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana, adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya Negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945”:
8. Juga ditegaskan kembali dalam penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209), tepatnya pada angka 2 paragraf ke-6 yang menyatakan bahwa;“Pembangunan yang sedemikian itu di bidang hukum acara pidana, bertujuan agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajiban dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegak-mantabnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran rakyat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya republik Indonesia sebagai Negara hukum sesuai dengan pancasila dan Undang-Undang dasar 1945”;
9. Bahwa, mendasari subtansi diatas, maka Pemohon berpendapat sebagai berikut;
a) Tindakan Termohon dalam hal ini menyangkut pelaksanaan wewenang penyidik maupun penuntut umum diantaranya berupa penggeledahan, penyitaan, maupun Menetapkan Seseorang Menjadi Tersangka hingga dilakukannya Penahanannya;
Halaman 4 dari 12 Halaman
b) Penetapan Pemohon sebagai Tersangka dalam perkara tindak pidana Korupsi dalam pemasangan tembok penahan pasar induk pada Dinas Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Tebing Tinggi Tahun Anggaran 2019, sebagaimana yang tertuang dalam Surat Ketetapan Penetapan Tersangka tanggal 07 Agustus 2023, yang prosesnya dijalankan oleh Termohon yang dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Termohon yang bernama RIS PIERE HANDOKO, SH yang bertugas sebagai Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Tebing Tinggi, sehingga menimbulkan akibat hukum bagi diri Pemohon yaitu terjadinya Penetapan Tersangka dan Penahanan atas diri Pemohon dan hilangnya hak maupun harkat martabat Pemohon, sebagai seorang manusia yang bebas;
c) Bahwa, ditetapkannya Pemohon sebagai Tersangka tanpa melalui prosedur hukum yang benar sebagai mana ditentukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) maka nama baik dan kebebasan Pemohon telah pula dirampas;
d) Tindakan lain yang dilakukan oleh Termohon yang menetapakan Pemohon sebagai Tersangka tersebut adalah merupakan tindakan yang cacat yuridis;
10. Bahwa apabila dalam peraturan perundang-undangan atau hukum acara pidana tidak mengatur mengenai adanya lembaga koreksi yang dapat ditempuh oleh seseorang, maka hal itu tidak berarti kesalahan Termohon tidak boleh di koreksi,melainkan kesalahan tersebut harus dikoreksi melalui lembaga peradilan (dalam hal ini melalui lembaga praperadillan) yang dibentuk untuk melindungi hak asasi seseorang dari tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh penegak hukum;
11. Tentunya hakim tidak dapat menolak hanya dengan alasan karena tidak ada dasar hukumnya atau karena tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan,dalam hal ini peranan hakim untuk menemukan hukum memperoleh tempat yang seluas luasnya. Sebagaimana amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076) Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) yang mengamanatkan :
Halaman 5 dari 12 Halaman
a) “Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang di ajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,melainkan wajib memeriksa dan menggalinya” (Pasal 10 ayat (1));
b) “ Hakim dan Hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami Nilai-Nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat” (Pasal 5 ayat (1);
12.Bahwa tindakan penyidik untuk menentukan seseorang sebagai Tersangka, dilanjutkan dengan penangkapan dan penahanan adalah merupakan salah satu proses dari system penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1981 tentang hukumAcara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209).Karenanya,proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dan ditentukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) atau ketentuan,peraturan dan/atau perundang-undangan lainya yang berlaku;
13. Bahwa artinya setiap proses penetapan yang akan ditempuh haruslah dijalankan dan tepat sehingga asas kepastian hukum dapat terjaga dengan baik. Karena, hak seseorang wajib hukumnya dilindungi dan dapat dipertahankan. Apabila prosedur yang harus diikuti untuk mencapai penetapan Penghentian Penyidikan tidak terpenuhi,maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi untuk di batalkan;
14. Bahwa dalam praktek peradilan, hakim telah beberapa kali melakukan penemuan hukum terkait dengan tindakan-tindakan dari penyidik dan/atau penuntut umum yang dapat menjadi objek praperadilan. Beberapa tindakan dari penyidik dan / atau penuntut umum, antara lain adalah berkenaan dengan hal Penetapan Tersangka dari Pemohon, telah dapat diterima untuk menjadi objek dalam praperadilan;
15. Bahwa sebagai contoh :
a) Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang dalam perkara praperadilan Nomor 01/Pid.Prap/PN.Bky. tanggal 18 mei 2011 yang pada intinya menyatakan tidak sahnya penyitaan yang telah dilakukan. Terkait dengan sah tidaknya penetapan Tersangka;
b) Putusan Mahkama Agung Republik Indonesia Nomor 88 PK/PID/2011 tanggal 17 januari 2012 yang pada pokoknya menyatakan tidak sahnya penetapan Tersangka;
Halaman 6 dari 12 Halaman
c) Putusan Pengadilan Negri Jakarta Selatan dalam Perkara praperadilan Nomor 38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt-Sel. Tanggal 27 November 2012 yang pada intinya menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon praperadilan dengan menyatakan, antara lain tidak sah menurut hukumtindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka;
d) Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel, tanggal 15 Februari 2015 yang pada pokonya menyatakan tidak sahnya dan tidak berdasar atas hukum surat perintah penyidikan nomor Sprin. Dik- 03/01/2015 tanggal 12 januari 2015 yang menetapkan Pemohon sebagai tersangka oleh Termohon terkait pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat (2), pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 K.U.H.P;
16. Bahwa beberapa contoh putusan praperadilan tersebut diatas, tentunya dapat dijadikanrujukan dan Yurisprudensi dalam memeriksa perkara praperadilan atas tindakan penyidik dan/atau penuntut umum yang pengaturannya diluar ketentuan UU RI No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 77 KUHAPidana;
17. Bahwa tindakan yang lain atau salah dan keliru atau bertentangan dengan ketentuan peraturan dan atau perundangan yang berlaku yang dilakukan oleh penyidik dan/atau penuntut umum tidak dapat dibiarkan tanpa adanya suatu koreksi dan atau pengujian terhadap suatu keabsahan, jika kesalahan atau kekeliruan atau pelanggaran tersebut dibiarkan, maka akan terjadi kesewenang-wenangan yang jelas-jelas akan mengusik rasa keadilan secara berkelanjutan;
18. Bahwa penetapan status seseorang sebagai Tersangka ( Ic. Pemohon ) yang tidak dilakukan berdasarkan hukum atau tidak sah, jelas menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi dan/atau pengujian terhadap keabsahan penetapan statusnya sebagai Tersangka dimaksud melalui Lembaga Praperadilan;
19. Bahwa dari beberapa uraian poin-poin tersebut diatas, Hakim Tunggal tentunya dapat menjadikan rujukan dalam memeriksa perkara praperadilan atas tindakan penyidik dan/atau penuntut umum yang pengaturannya diluar ketentuan UU RI No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 77 huruf (a) KUHAPidana;
Halaman 7 dari 12 Halaman
20. Bahwa upaya penggunaan hak yang demikian itu, selain sesuai dengan spirit atau ruh atau jiwa Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana ( Lembaran Negara RI Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor : 3209), juga sesuai dan dijamin dalam ketentuan UU RI No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia ( Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor : 165, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor : 3886 ) khususnya Pasal 17 yang mengamanatkan :
“ Setiap orang, tanpa diskriminasi berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”;
21. Bahwa adapun perluasan secara sistematis ( de systematische interpretatie ) dimaksud meliputi wewenang penyidik dan/atau penuntut umum yang bersifat mengurangi atau membatasi hak seseorang seperti menetapkan seseorang sebagai Tersangka secara tidak sah dan/atau tidak berdasarkan hukum dan penyerahan pemberitahuan dimulainya penyidikan, sehingga tidak hanya terbatas pada pengujian wewenang yang ditentukan dalam UU RI No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana sebagaimana dalam Pasal 77 dan Pasal 109 ayat ( 1 ) saja, tetapi lebih dari pada itu;
II. ALASAN PERMOHONAN PRA PERADILAN
- Pemohon adalah Panitia Pejabat Komitmen (PPK) dalam pemasangan tembok penahan pasar induk pada Dinas Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Tebing Tinggi Tahun Anggaran 2019;
- Atas hal tersebut Termohon ada melakukan Penyidikan terhadap pemasangan tembok penahan pasar induk pada Dinas Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Tebing Tinggi Tahun Anggaran 2019;
- Pemohon dipanggil untuk memberikan keterangan sesuai dengan Surat Nomor: SP.158/L.2.16/Fd.2/05/2023 tanggal 23 Mei 2023, dan sesuai panggilan tersebut dihadiri oleh Pemohon pada hari Rabu tanggal 24 Mei 2023;
- Selanjutnya Pemohon menerima Surat memberikan keterangan sebagai saksi sesuai dengan Surat Nomor: SP-266/L.2.16/Fd.2/08/2023 tanggal 02 Agustus 2023 dari kejaksaan Negeri Tebing Tinggi dan dihadiri Pemohon sesuai panggilan pada hari Senin tanggal 07 Agustus 2023;
Halaman 8 dari 12 Halaman
- Ketika selesai pemeriksaan saksi sebagai saksi pada hari Senin tanggal 07 Agustus 2023, Pemohon dijadikan Tersangka dan serta merta ditangkap dan ditahan pada hari dan tanggal itu juga padahal dengan jelas panggilan yang diterima Pemohon adalah sebagai Saksi, sebagaimana Surat Penetapan Tersangka Nomor : PRINT-968/L.2.16/Fd.2/08/2023, tanggal 07 Agustus 2023 atas dugaan melakukan tindak pidana “Korupsi dalam pemasangan tembok penahan pasar induk pada Dinas Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Tebing Tinggi Tahun Anggaran 2019;
- Oleh karena itu, Pemohon terkejut dan heran dengan surat penetapan dan penahanan tersebut, Pemohon dijadikan Saksi dan dimintai keterangan bahkan koperatif untuk tetap hadir untuk memenuhi setiap panggilan dari Termohon, tapi mengapa tiba-tiba Termohon menjadikan Pemohon Tersangka pada hari itu juga;
- Pemohon berkeyakinan jika apa yang dilakukan oleh Termohon belum memenuhi syarat penetapan Tersangka dan Penangkapan serta Penahanan, karena belum memenuhi apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Indonesia yang menjadi pedoman Termohon melakukan prosedur beracara;
- Setelah tahapan yang dijalanai oleh Pemohon dalam perkara a quo, Pemohon mendapat panggilan untuk pertama kali dengan surat panggilan bertanggal tanggal 23 Mei 2023 untuk hadir esok harinya, yaitu ditanggal 24 Mei 2023 dengan agenda meminta keterangan Pemohon, selanjutnya menerima surat panggilan kedua sebagai saksi untuk dimintai keterangan dengan surat bertanggal 2 Agustus 2023 untuk hadir pada tanggal 07 Agustus 2023, Pemohon menghadiri ke dua panggilan tersebut;
- Sebelumnya Pemohon tidak pernah diperiksa sebagai Tersangka dalam perkara a quo terlebih sebelumnya hanya dimintai keterangan dan sebagai saksi, seharusnya jika Pemohon memenuhi diri sebagai Tersangka bukanlah serta merta saat diperiksa sebagai Saksi karena hal tersbut merupakan hal yang berbeda;
- Bahwa setelah ditetapkan menjadi Tersangka pada tanggal 07 Agustus 2023 serta ditangkap dan ditahan pada tanggal yang sama, Pemohon sama sekali tidak pernah dimintai keterangan/diperiksa sebagai Tersangka, hingga tanggal 15 Agustus 2023 Pemohon barulah diperiksa dengan didampingi Advokat yang ditunjuk oleh Pemohon;
- Bahwa hak Pemohon sebagai Tersangka untuk dipanggil dan diperiksa serta patut tidaklah dilakukan oleh Termohon terlebih ketentuan 1 x 24 jam setelah dijadikan Tersangka selanjutnya ditangkap dan ditahan;
- Bahwa atas dasar tersebut, Termohon menjadikan Pemohon sebagai Tersangka belum dapat dikatakan memenuhi unsur pidana yaitu tidak terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang sah untuk menjadikan sesorang sebagai Tersangka sebagaimana yang diatur dalam KUHAP karena terkesan tergesa-gesa;
Halaman 9 dari 12 Halaman
III. FAKTA HUKUM
1. Bahwa Pemohon adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pemasangan tembok penahan pasar induk yang dimaksud dalam perkara a quo ;
2. Bahwa sebelum dipastikan kebenaran kerugian atas laporan tindak pidana “Korupsi dalam pemasangan tembok penahan pasar induk pada Dinas Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Tebing Tinggi Tahun Anggaran 2019”, Pemohon telah dimintai ganti kerugian negara sebesar Rp. 203.000.000,- (dua ratus tiga juta rupiah), namun hingga saat ini Pemohon belum mampu memenuhi ganti kerugian tersebut dan sebagai itikad baik Pemohon telah mengembalikan uang yang dimaksud kepada negara yang dititipkan melalui Kejaksaan Negeri Tebing Tinggi sebesar Rp. 140.000.000,- (seratus empat puluh juta rupiah) yang telah dijanjikan Pemohon akan segera dilunasi karena saat ini Pemohon belum memiliki uang sisanya dan masih berupaya untuk melunasinya;
3. Bahwa itikad baik Pemohon tersebut sama sekali tidak menjadi pertimbangan bagi Termohon, sekalipun kebenaran atas dugaan laporan tersebut belum diputus oleh pengadilan atau inkracht dimata hukum;
4. Bahwa Pemohon tetap koperatif dalam memberikan keterangan-keterangan yang diminta oleh Termohon, sehingga Pemohon merasa dipaksakan oleh Termohon menjadi Tersangka terlebih penetapan Tersangka dilakukan pada hari dan tanggal dimana Pemohon masih berstatus dipanggil menjadi saksi;
5. Bahwa selanjutnya setelah penetapan Tersangka tersebut, Pemohon langsung ditangkap dan ditahan tanpa bisa melakukan pembelaan hukum terhadap penetapan Tersangka yang dilakukan oleh Termohon termasuk menggunakan penasihat hukum/Advokat untuk membela hak-hak Pemohon saat itu;
6. Bahwa Termohon tidak melakukan kewajiban atas diri Pemohon untuk diambil keterangan/diperiksa sebagai Tersangka, padahal Pemohon saat itu juga pada tanggal 07 Agustus 2023 sudah ditangkap dan dilakukan penahan hingga saat ini;
7. Bahwa Pemohon diperiksa untuk diambil keterangannya sebagai Tersangka dilakukan oleh Termohon pada hari Selasa tanggal 15 Agustus 2023, ± 7 hari setelah dilakukan penangkapan dan penahan terhadap diri Pemohon;
8. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Termohon meragukan keyakinan Termohon dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka untuk langsung ditangkap dan ditahan pada hari dan tanggal yang sama dengan panggilan diri Pemohon sebagai Saksi yaitu pada hari Senin tanggal 07 Agustus 2023;
9. Bahwa sekalipun benar Termohon telah memiliki syarat formil untuk menjadikan diri Pemohon sebagai Tersangka, seharusnya Penangkapan dan Penahanan------------
Halaman 10 dari 12 Halaman
----------- dilakukan setelah diperiksanya Pemohon sebagai Tersangka setidaknya 1 x 24 jam, bukan serta merta langsung ditangkap dan ditahan tanpa persiapan diri yang dilakukan oleh Pemohon karena sekali lagi ditegaskan Pemohon, jika kehadiran Pemohon dihari dan tanggal tersebut adalah sebagai Saksi bukan Tersangka;
10. Bahwa seseorang itu dikatakan telah melakukan pidana apabila seseorang tersebut telah melakukan perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan yang dilarang oleh hukum namun menggunakan prosedur yang benar dan sesuai dengan KUHAPidana;
11. Bahwa berdasarkan apa-apa yang telah dikemukakan diatas, maka perbuatan Termohon yang demikian itu dapat dikwalifiser sebagai perbuatan yang identik dengan penyalahgunaan wewenang atau A Bus of Power;
12. Bahwa oleh karena perbuatan Termohon dikwalifiserr sebagai perbuatan yang identik dengan penyalahgunaan wewenang atau A Bus of Power menurut hukum, maka haruslah dinyatakan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum, atau sekurang – kurangnya dinyatakan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan hukum dalam penetapan diri Pemohon sebagai Tersangka;
13. Bahwa sebagaimana yang dimaksud dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 pada intinya memungkinkan dapat diperiksanya penetapan Tersangka, Penangkapan dan Penahanan sebagai objek Pra Peradilan;
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon kiranya Ketua Pengadilan Negeri Tebing Tinggi agar segera mengadakan Sidang Praperadilan terhadap Termohon tersebut dan dengan terlebih dahulu menentukan waktu persidangan dengan memanggil para pihak yang berperkara dan mohon Kepada Hakim Tunggal pada Pengadilan Negeri Tebing Tinggi berkenan memeriksa dan memutuskan dengan amar putusannya sebagai berikut :
1. Menerima Permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan perbuatan dan/atau tindakan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam perkara sebagaimana yang tertuang dalam KUHAPidana adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum dan oleh karenanya penetapan Tersangka serta Penangkapan dan Penahanan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Memerintahkan Termohon untuk membebaskan Pemohon dari status Tersangka;
4. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan Tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
5. Memerintahkan Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap terhadap diri Pemohon;
6. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
Halaman 11 dari 12 Halaman
7. Menyatakan bahwa perbuatan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka adalah cacat yuridis dan/atau bertentangan dengan hukum dan mengakibatkan kerugian secara moril dan materiil yang jika dihitung sebesar Rp. 500,000,000,- (lima ratus juta rupiah );
8. Menghukum Termohon oleh karena itu untuk membayar kerugian material dan immaterial Pemohon sebesar Rp.1,000,- (seribu rupiah ), secara langsung dan serta merta dalam satu waktu seketika kepada Pemohon, terhitung sejak putusan ini dibacakan;
9. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara sesuai dengan peraturan yang berlaku;
Atau ; Apabila Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Kisaran yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, maka mohonlah putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono). terima kasih.
Kisaran, Agustus 2023
Hormat Kami
Kuasa Hukum Pemohon :
1. ZULKIFLI, SH 2. DIANTI NOVITA MARWA, SH
3. FAHRUL SIMANGUNSONG, SH 4. ICHWAL FADILLAH SIREGAR, SH |
||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |